Kalimat, “kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya” yaitu Malaikat yang mengurus rahim
Kalimat "Sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga........" secara tersurat menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke surga sehingga dia hampir dapat masuk ke surga kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya karena taqdir yang telah ditetapkan bagi dirinya di akhir masa hayatnya dengan melakukan perbuatan ahli neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, bila ternyata pada akhirnya tertutup dengan amal buruk, maka seperti yang dikatakan pada sebuah hadits: "Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya." Maksudnya, menurut kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu. Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata: " Seseorang melakukan amalan ahli surga dalam pandangan manusia, tetapi sebenarnya dia adalah ahli neraka." Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pujian/popularitas. Yang perlu diperhatikan adalah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya' semata-mata karena karunia dan rahmat Allah Ta'ala.
Kalimat " maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. " Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi manusia yang tidak baik berubah menjadi baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik.
Firman Allah, “Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” menunjukkan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala kejadian berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya. Firman Allah, QS. Al-Anbiya’ : 23, “Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab” menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melakukan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaa-Nya itu.
Imam Sam’ani berkata : “Cara untuk dapat memahami pengertian semacam ini adalah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka dia akan sesat dan berada dalam kebingungan, dia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini karena taqdir merupakan salah satu rahasia Allah yang tertutup untuk diketahui oleh manusia dengan akal ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, karena itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya”.
Ada pendapat yang mengatakan : “Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk ketika mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak dapat diketahui”.
Beberapa Hadits telah menetapkan larangan kepada seseorang yang tdak mau melakukan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari’at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang mudah menuju kepada taqdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah :
“Maka Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh keberuntungan”.
(QS. Al Lail :7)
“Kemudian Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh kesusahan”.
(QS.Al Lail :10)
Para ulama berkata : “Al Qur’an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja, tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, karena hanya Allah yang mengetahui”.
Allah berfirman : “Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah kehendaki”.(QS. Al Baqarah : 255)
0 comments:
Post a Comment